“Adek kau udah
mau nikah, Do. Kau kapan?”
“Santai ae
keles. Kan adek aku yang nikah, bukn aku.”
Terus si kampret
nih, teman aku ( kampret bukan yang politik2 itu loh ya. ) bilang, “Justru karena itu, do, kau enggak
boleh santai. Masa kau dilangkaui adek kau?”.
Yang dibilang si
kampret ini benar juga. Aku baru kepikiran kemarin, ketika umurku genap 23
tahun. Tapi abis itu aku mikir lagi, pacar aja enggak punya, apalagi gebetan.
Terakhir kali
berhubungan dan punya gebetan, bulan Februari 2019. Itu setelah menjomblo
selama 4 tahun, dari umur 18 ampe 22. Waktu itu aku pacaran sama janda muda,
sumpah. Tapi masih kek gadis. Emang badannya yang kecil, dan umurnya juga 2
tahun lebih muda dari aku.
“Mau aku bantu
cariin?”
“Boleh.”
jawabku. “Tapi jangan yang berkumis.”
“Serius aku nih.
Masa aku cariin kau om-om.”
“Cewek ada juga
kali yang berkumis. Enggak om-om doang yang berkumis.”
-
Hello guys!
LINE? ( Biasanya kan Whats App gitu. Hehe… )
Aku mau curhat
nih. Dan mungkin kita merasakan hal yang sama. Memikirkan hal yang sama juga
mungkin. Atau kalian enggak punya pikiran? ( Becanda aku mah. )
Kalian pernah
kepikiran buat nikah di usia muda?
Aku pernah.
Waktu itu aku
masih umur 16 tahun. Aku masih duduk di bangku kelas 2 SMK.
7 tahun yang
lalu aku adalah cowok yang rajin bangun pagi. Ya iyalah sekolah. Aku juga cowok
yang rajin mengaji, menabung dan keramas setiap mandi. Kalau sekarang keramas
1x 3 hari.
Alasannya?
Hemat air guys.
Hemat sampo apalagi.
Dulu aku ingin
nikah muda. Kan SMK tuh. Udah pernah merasakan dunia kerja, perkantoran dan
hantu blau segala macam. Di sekolah banyak belajar praktek langsung, daripada
teori. Kecuali pelajaran fisika, yang teori semua. Enggak pernah praktek.
Seenggaknya,
udah lulus, langsung kerja, terus nikah kalau udah pas uang yang dimiliki. Sewa
rumah aja dulu enggk apa kan yak. Beli atau bangun rumah, bareng2, sama tukang.
Kan tukang yang bangun rumah. Sama istri mah ngumpulin uang, buat beli rumah
yang udah jadi.
Eh, pas udah
lulus, kok jadi kepikiran pengen nikah di umur 30 yak.
Pikiran itu
datang ketika aku disuruh kuliah di dalam kota, tapi aku pengennya di luar
kota, dengan alasan… ya pengen jalan2 dan mengenal Indonesia lebih luas, dan
punya banyak teman di kota lain. Selain di fesbuk.
( Bisa naik
pesawat dan dikangenin orang rumah juga. Kan kalau kuliah di luar kota, pulang2
pasti banyak yang ngangenin tuh. Hehe… )
Aku pun
memutuskan bekerja. Tapi nganggur dulu lah, 1 tahun.
Eh, kuliah pula
abis 1 tahun nganggur. Di dalam kota pula.
Ya udin, eh.. ya
udah, mau gimana lagi. Liat kondisi keuangan orgtua juga, kan.
Waktu pun
berlalu. Sekarang, 23 tahun sudah umurku, adikku mau nikah, karena memang umur
pacarnya udah mateng. Lebih tua dariku umur pacarnya.
Jadi pengen
tancap gas aku jadinya.
Bukan karena
omongan teman2, dan orang2yang ada disekitarku. Sepupuku juga ada yang mau
tunangan. Sepupu yang pernah dijodohkan olehku, tapi aku menolak. Dengan alasan
yang hanya aku dan Tuhan yang tau. Sopir bajaj aja enggak tau.
Cuma aku kudu
kejar mimpi, impian dan cita2 dulu keknya.
Sekalian,
menunggu, eh… mencari seseorang yang menerimaku ada apanya. Kayak lagunya bang
Tulus, “Jangan cintai aku.. apa adanya.”. Seenggaknya ia adalah orang yang bisa
membuatku terus berusaha, bekerja keras dan belajar lebih menghargai sesuatu.
Untuk saat ini
aku belum berusaha keras, sering malas2an akhir2 ini. Bekerja keras, masih,
walaupun hanya sekedar. Belajar menghargai, aku masih sulit. Mungkin karena ego
dan hasrat yang belum tercapai.
Btw.. ini kita
lagi bahas apa ya?