Apa yang akan kau lakukan jika berada di posisiku?
Assalamualaikum Wr. Wb
Aku mau menceritakan kisahku dari sejak awal lahir, sampai sekarang. Namaku Ridho, lahir tanggal 28 April 1996, di Pekanbaru. Anak pertama dan cucu pertama. Adikku ada 4, dan kami semua laki2.
Aku lama tinggal dan dibesarkan oleh kakek dan nenekku. Setelah lulus SD, aku tinggal dengan orangtuaku. Ketika aku kelas 2 SMP, aku balik tinggal dengan kakek dan nenek, karena sekolahku jauh dengan rumah orangtuaku.
Sebenarnya sekolah adik2ku juga jauh, tapi aku cuma nggak mau memberatkan ayahku, yang waktu itu masih memakai motor dari kantor, dan harus membonceng kami bertiga dari Panam ke labuh baru, jalan Durian. Motor GL-Pro waktu itu, plat merah. Sedang rumah kakek di jalan Durian. Jadi aku bisa jalan kaki, atau naik angkot. Atau dalam bahasa Pekanbaru, oplet.
Ketika hendak lulus SMP, aku memiliki niat dan cita2 ingin jadi seorang jurnalis, reporter atau penulis, dengan segala kekuranganku.
Meski sempat ingin jadi seorang arsitek, tapi tidak jadi. Aku merubahnya.
Aku masuk SMK. Di SMK, kehidupanku berubah. Prestasiku meningkat. Dulu aku yang tidak pernah masuk 10 besar, bahkan 20 besar, di SMK aku bisa. Sambil aku belajar tentang cara menulis, membuat laporan, jurnal, 5W+1H lebih mendalam, dll.
Aku sedikit iri dengan adik2ku. Mereka masuk SMA. Aku tidak. Memang, masuk SMK menurutku lebih menjamin karena lebih banyak praktek daripada teori. Langsung turun ke lapangan. Menyenangkan. Tapi minatku tak di SMK, tapi di MAN.
Ketika SMK, aku tinggal dengan orangtuaku lagi. Karena orangtuaku pindah ke jalan Balam dekat SMP N 17 Pekanbaru, dekat kantor pos. Nama daerahnya aku tak tau.
Aku diberi motor oleh ayahku, untuk pergi sekolah. Sekolahku SMK N 2 Pekanbaru. Aku mengambil jurusan Teknik Sipil.
Ketika kelas 2 SMK, adikku yang nomor 3 berulah. Motor yang dibeli ayahku dan yang aku pakai, rusak. Alhasil aku naik motor yang dipakai ibuku untuk mengantar adik2ku sekolah. ( Waktu itu adikku yang nomor tiga masih SMP dan setelahnya ia masuk SMK juga, tapi karena berulah, pindah ke SMA. )
Aku adalah anak yang cukup rajin, tapi kritis. Aku tidak merasa aku benar dan pilihanku tepat, tapi aku berpikir, "Masa depan ada di tangan anak.".
Aku percaya, dari kelima anak ayah dan ibuku, aku adalah satu anak yang harus belajar agama lebih dalam lagi. Apalagi aku anak pertama dan harus menjadi contoh untuk adik2ku. Karena itu aku mau masuk MAN, dan belajar menjadi jurnalis. ( Aku baru sadar beberapa tahun setelah berhenti kuliah dan menonton film Negeri 5 Menara, ternyata aku.... ya begitulah. Cuma bedanya ibuku tidak memintaku untuk masuk pondok, atau sekolah agama. )
Setelah lulus MAN, aku ingin kuliah di jurusan Broadcasting, lalu mengabdikan diri di Pondok Pesantren atau sekolah agama.
Namun takdir Allah SWT berkata lain.
Singkat cerita, nenekku meninggal setahun setelah aku lulus SMK. Aku kuliah di jurusan teknik sipil, di Universitas Lancang Kuning. Tadinya ingin di UIR dan mengambil jurusan Sastra Indonesia. Namun tidak jadi karena suatu hal yang tidak bisa kusebut, demi menjaga nama baik seseorang.
Hanya bertahan 2 semester, aku berhenti.
Nah, dari sinilah semuanya dimulai.
Ketika aku kelas 2 SMK, semester 2, orangtuaku pindah ke tempat yang lebih jauh dari sebelumnya. Kulim, Sialang Rampai.
Sehari2 aku naik motor ke sekolah. Ketika kuliah, aku tinggal dengan kakek dan adik2nya ibuku.
Setelah berhenti kuliah karena ekonomi, akhirnya aku mencari kerja sana-sini. Dalam pikiran dan rencanaku, aku ingin menabung untuk kuliah lagi. Tapi di UIR, di jurusan Sastra Indonesia.
Namun semuanya berubah. Karena sembari menulis naskah untuk dikirim ke penerbit, mencari kerja, menulis artikel, menjadi pelayan kafe, pelayan restoran, jadi badut, tukang masak mie Aceh, tukang, pengawas bangunan dan jaga kos2an, aku malah memikirkan ekonomi keluargaku.
Gajiku yang tidak UMR ataupun UMK, sering kubagi2 untuk kebutuhanku, orangtua, adik2 dan keluarga yang lain. Yang kutabung? Ada, tapi tak banyak.
Setelah terkumpul, aku baru sadar, "Oh iya, bayar hutang.".
Ekonomi keluargaku tidak bagus, karena seseorang dari keluarga di pihak ibuku meminjam uang dengan ayahku dalam jumlah banyak. Hingga akhirnya ayahku terpaksa meminjam uang di Bank dan menggadai SK ke Bank.
Alhasil, gaji ayahku dipotong setiap bulannya. Alhamdulillah, ayah masih bisa menghidupi istri dan anaknya, meski sering kudengar ayah dan ibuku bertengkar karena ekonomi keluarga.
Kita melangkah dari umurku 18 tahun ke 26 (sekarang).
Menjadi seseorang yang seganan itu tidak enak. Aku sering mengalah dengan orangtua dan adik2ku. Seperti beberapa bulan yang lalu.
Motor adikku rusak, dan ia meminjam motor yang dipakai ayahku. Ayahku? Memakai motor yang kupakai. Yang sering kupakai untuk pergi bekerja (ketika masih kerja) dan mencari kerja (ketika sedang tidak memiliki pekerjaan).
Aku berpikir mudah.
Aku kan punya hape dan aku bisa mencari pekerjaan lewat internet. Namun, ketika sudah ada panggilan, aku tidak bisa pergi karena kendaraan. Pernah ketika di tanggal 27, ayahku harus pergi bersama ibuku ke rumah sakit, untuk berobat rutin. Sedang hari itu ada pekerjaan yang benar2 aku idamkan.
Alhasil, aku tidak jadi interview. Tidak ada toleransi, karena mungkin mereka berpikir aku bukan orang yang berkompeten.
Selalu begitu. Yang sebenarnya, aku bisa saja pergi dengan caraku, tapi akan membuat orangtua dan adik2ku kesulitan. Aku pergi saja, meski hasil yang kudapat belum pasti dalam interview.
Jadi aku lebih mementingkan kepentingan orangtua dan adik2ku. Dengan harapan, mereka tidak kesulitan ke depannya. Dan juga, mereka jadi lebih teliti dan cermat dalam melakukan sesuatu. Sebab, selalu saja ada masalah yang terjadi.
Masalah? Masalah datangnya dari diri sendiri bukan?
Sebelum2nya kehidupanku adem ayem. Meski aku tak sukses dan jaya selalu. Pas2an, tapi aku mensyukurinya. Namun setelah masalah yang dialami adik2ku, aku pasang badan dan berusaha menolong mereka. Meski bukan dalam bentuk uang, tapi bantuan lain.
Dua Minggu lalu, motor yang dipinjam adikku rusak lagi. Karena ia mau buka usaha untuk istrinya, sementara ia bekerja sebagai kurir, ia memakai motor yang sedang dipakai aku dan ayahku, sementara.
Ayahk ok-ok saja. Aku pun juga, tapi aku khawatir akan satu hal. Dan ketakutanku terjadi.
Aku tau dengan sifat ayah, ibu dan adik2ku. Aku pernah mendengar mereka ngobrol dan membahas tentangku. Sesuatu yang aku tidak senangi.
Ayahku mengatakan sesuatu yang tidak enak didengar olehku. Tentang pekerjaan, aku yang tidak mau bergerak dan hanya berdiam diri di kamar. Adikku, ia tak tau harus berbuat apa untukku. Ujarnya ia bingung.
Ibuku juga mengatakan sesuatu yang tidak enak olehku. Tentang adikku yang nomor 3, yang lebih berguna dan bersyukur ia mau menolong sekarang. Meski terlambat, buatku tak apa.
Inti dari pembahasan mereka, aku samsek tak ada pergerakan dan kontribusi. Bukan aku melebih2kan, tapi aku sedih jadinya. Mungkin ada benarnya yang dikatakan sosok jahatku. Lebih baik aku pergi saja, karena aku memiliki jalan hidupku sendiri.
Meski akan timbul rasa bersalah, akan kesulitan yang dialami orangtua dan adik2ku.
Karena buatku, jika aku makan sate, mereka juga harus makan sate. Jika mereka tidak makan, aku tidak makan juga.
Aku tak pernah memikirkan diriku sendiri.
Sekarang kehidupan mereka kembali normal. Kehidupanku yang belum. Sebab, umur 26 aku tidak tau mau mencari pekerjaan apa. Ibuku sakit dan di rumah sendirian. Terkadang ada ditemani cucunya, anak dari adikku yang nomor 2 dengan istirnya.
Ya, adikku sudah menikah. Aku dilangkahi.
Kok bisa?
Jelas saja bisa. Karena selama bekerja, aku tidak bisa menabung dalam jumlah banyak, karena aku lebih mementingkan kepentingan orangtua dan adik2.
Sekarang, aku tak memiliki apa2 lagi.
Rencanaku ke depan?
Aku ingin yang terbaik untuk keluargaku. Itu saja. 😌 Adikku bisa lebih mengerti