Assalamualaikum Wr. Wb.
Aku ingin diam2 pergi dari sini ( rumah ). Karena, . . . .
Namaku Ridho. Ini kisahku yang lain. Pastinya real. Bukan hoax atau dibuat2. Seperti gado2. Fufu š¤
Kita memang tidak boleh iri dengan kehidupan orang lain. Karena itu ada istilah 'rumput tetangga akan tampak lebih hijau dari rumput sendiri'. Tapi aku benar2 iri dengan kehidupan orang lain, yang orangtuanya tidak pengekang dan menilai anak2 mereka hanya dari materi saja.
Saat ini, karena aku sedang tidak memiliki pekerjaan dan penghasilan, setiap apa yang aku ucapkan selalu salah dimata mereka. Setiap yang aku lakukan, seakan2 dilupakan begitu saja.
Mungkin jika kalian membaca blogku sejak awal tahun 2015, kalian akan mengingat apa yang kutulis dahulu. Ya, 'Diskriminasi'.
Intinya aku dikekang dan dibedakan perlakuannya, dengan adik2ku oleh orangtuaku.
Aku memiliki suara yang memang agak tinggi, tapi aku bisa bersuara pelan dan rendah. Meski aku memiliki kekurangan, yaitu agak susah bicara, gagap, tapi tidak terlalu. Namun aku juga cukup tegas dan berpendirian.
Ketika bicara dengan adik2ku, orangtuaku malah mendengarkan dan tak menggubris.
Aku tau ini semua adalah kesalahanku. Sebab...
Ketika masih memiliki pekerjaan, aku adalah seseorang yang ringan tangan dalam membantu ekonomi dan kebutuhan keluargaku. Sebelumnya aku mau mengatakan, disini aku tidak menuntut.
Meski gajiku pas2an (tidak UMR apalagi UMK), tapi aku selalu mencukupkannya, agar bisa kuberi untuk orangtua dan adik2ku yang masih bungsu. Aku punya 4 orang adik, yang dua masih sekolah. 2 adikku itu yang kumaksud.
Aku pernah sampai dicermahai oleh almarhum sahabatku, Febri namanya. Almarhum mengatakan apa yang kulakukan salah. Sebab, aku tidak mementingkan diriku, karena belum tentu orang lain (keluargaku) akan memikirkanku.
Waktu itu aku mikirnya, "Aku tak peduli. Sebab Allah SWT itu Maha Melihat dan Maha Mengatur Segalanya.".
Apa yang dikatakan almarhum benar adanya. Mereka memang memikirkanku, tapi mereka lebih menuntutku.
Sekarang aku tak didengar dan setiap yang kuucapkan dianggap angin lewat. Aku tak mengatakan apa yang kukatakan benar, tapi setidaknya yang aku katakan adalah sesuatu yang terbaik untuk mereka.
Seperti, makan dan minum jangan berdiri dan jangan pakai tangan kiri. Sehabis makan, langsunglah cuci piring. Kasihan ibu yang kesehatannya tak sebaik dan sesehat dulu. Sebelum tidur, susun buku dan siapkan seragam sekolah untuk besok pagi. Dll.
Ibuku mendukung, tapi tak menegaskan. Kecuali jika di pagi hari. Setiap pagi akan ada keributan, yang dimana suara ibu pasti akan bergema.
Aku bukan contoh yang baik atau panutan untuk adik2ku saat ini. Karena, aku tak memiliki apa2 lagi.
Bukan insecure atau overthinking, tapi memang aku tak memiliki apa2 dan tak dipandang baik lagi.
Beberapa bulan ini aku jarang keluar dan lebih banyak di rumah saja, karena aku pasang badan dan mengalah untuk orangtua dan adik2ku. Sampai ketika hari pertama lebaran Syawal dan Haji, aku di rumah juga. Hari ketiga baru keluar untuk bersilaturahmi.
Sebab, motor dipakai dan jarak rumah kami dari kota cukup jauh. Ditempuh naik motor membutuhkan waktu setengah jam. Ke pusat kota, 1 jam kurang.
Aku lebih sering memasukan lamaran online di Internet, daripada offline. Alhamdulillah, ada jobfair. Aku bisa memasukkan lamaran ke beberapa perusahaan. Alhamdulillah juga, ada yang dipanggil dan ada yang tidak.
Menjadi orang yang tidak enakan itu enggak enak. Benar. Aku selalu tidak jadi pergi interview karenanya. Alhasil, aku belum mendapatkan pekerjaan sampai skrg. Meski teman2 sudah memberikan loker di IG, WA dan FB, tapi belum ada yang dipanggil.
Baru beberapa hari lalu orangtuaku berkata, "Mamak tuh bingung mau jawab apa kalau ada yang nanya kau kerja apa. Kau nggak pernah mau berusaha.". Ayahku menyetujui dan mengatakan aku keras hati dan pelawan, karena aku ingin memberi penjelasan pada ibuku.
Aku?
Aku menangis dan berdoa di dalam kamar, aku minta udahan. Sebab menurutku, orangtuaku lupa dengan apa yang aku lakukan untuk mereka dan adik2.
Tapi buatku, ya sudahlah.
Karena itu aku ingin merantau dan pergi jauh. Meski teman2ku ada yang mengatakan, "Nanti kalau orangtua kau kenapa2 gimana? Selagi masih ada, kau buatlah mereka senang dan bahagia, do.".
Dulu kukira dengan membantu mereka dalam melakukan dan meringankan pekerjaan rumah saja sudah cukup. Setidaknya dengan menikah dan memberikan mereka cucu (seperti adikku yang sudah menikah duluan), tapi ternyata tidak.
Ketika ayah dan ibuku menelfon adikku yang nomor 3 yang sedang di luar kota, aku menangis dibuatnya. Omongannya (orangtuaku) manis dan halus, walaupun ucapan mereka (adik2ku) agar kasar dan nada suara mereka cukup tinggi.
Ibuku, "Nggak kasih mamak sama ayah uang do?".
Terdengar seperti bercanda? Hohoho . . .
Entahlah. Tapi ibu dan ayahku berkata seperti itu sampai 3 Kali. Terdengar juga nada rendah seperti kecewa.
Adikku?
Adik2ku (yang nomor 2 dan 3) adalah orang yang berbeda. Yang nomor dua cukup perhitungan dan nomor tiga ringan tangan sepertiku. Bedanya, adikku yang nomor 3 terlihat dan terbuka. Kalau aku, tertutup dan tidak terlihat.
Karena itu, aku ingin pergi. Sudah berbeda perlakuan dan penilaiannya ibarat langit dan bumi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar