Aji - Ojak - Mardi - Ridho
📸 : Tumpukan Batu
Lokasi : Puncak Lawang 25
* Tujuan Yang Tercapai dan Di Luar Ekspetasi
Alhamdulillah, tujuan utama kami tercapai, yaitu menyebrang. Setelah lama tidak melintasi laut, akhirnya saya bisa merasakan udara laut yang menyegarkan. Meski celana kami tidak bisa dipakai karena sudah terkena air laut. Mau dicuci, sebaiknya direndam dulu agar tidak korosi.
Alhasil, saya dan Ojak ganti celana ( terlihat di foto setelah dari Pariaman, Angso Duo. ). Saya memakai celana longgar santai bergambar batik dan Ojak dengan celana pendek biru muda. Aji masih setia memakai celana panjang yang sejak awal memang sudah mereka pakai. Mardi menukar celananya dengan warna yang sama dengan celana awal saya, coklat.
Saya dan Ojak tidak membawa banyak kaos, hanya dua. Mardi membawa cukup banyak celana dan kaos.
Khusus ketiga teman saya, Aji, Ojak dan Mardi, mereka ternyata membawa kemeja. Saya yang tidak terbiasa memakai kemeja di perjalanan karena tidak suka panas2an, lebih suka membawa switer dan jaket ( termasuk jaket Jelek-Jelek Penulis.
Sepanjang perjalanan menuju ke rumah saudara Mardi, kami disuguhi dengan pemandangan pantai di sebelah kanan dengan saya dan Ojak nyeker kembali ( saya belum beli sendal di Naras ).
Dengan kaki yang masih berpasir-pasir, akhirnya kami tiba di rumah saudaranya Mardi, tepatnya paman dan bibinya.
Ada kejadian di luar ekspektasi kami. Ojak ditelfon pamannya, untuk mampir ke tempatnya. Karena memang dekat. Aji juga ingin ke ATM untuk menarik uang, karena uang pegangannya mulai menipis. Bahkan saya dan Ojak akhirnya memakai dana darurat kami. Di luar ekspektasi memang.
Kami mengira akan hanya habis sekian2, tapi ternyata lebih. Tapi lega dan terasa luas, karena memang liburan kali ini sangat menyenangkan.
Mardi tidak bisa ikut kami ke tempat pamannya Ojak, rumah peninggalan kakek dan neneknya. Kami terjebak hujan dari sore hingga malam hari, pukul 7, setelah sholat Maghrib.
Ojak - Aji - Ridho
📸 : Kursi dan Hape Saya
Sayang sekali Mardi tidak bisa ikut dengan kami, karena setelahnya kami makan bakso di Naras, tak jauh dari rumah kenalan saya yang sudah saya anggap seperti orangtua saya sendiri.
Namun sayang, saya tidak bisa berjumpa dengan mereka, karena sedang ada acara disana. Kami pun memutuskan balik ke rumah kakeknya Ojak dan beristirahat disana.
* Menuju Puncak Lawang dan Rute Terakhir
Kami berangkat ke tempat saudaranya Mardi, pagi setelah sarapan dan beraya di rumah pamannya Ojak. Di mana Mardi sudah menunggu kami di rumah saudaranya.
Kami dibekali nasi dan lauk untuk dimakan ketika istirahat nanti. Kalau makan di jalan jelas tidak mungkin, makannya harus di pinggir jalan. Nanti bisa kena tabrak kalau makan di jalan.
Kami beristirahat sebentar dan melaksanakan sholat Zuhur dahulu. Disini Mardi dan Aji sholat duluan, karena saya dan Ojak harus menjaga motor yang diparkirkan di luar.
Sambil ngemil gorengan dan sedikit ngobrol membahas apa yang akan kami lakukan di Puncak Lawang nanti, kami sedikit tertawa karena teringat dengan Kodok Pangkalan.
Perjalanan kami masih panjang. Saya menyetir motor Ojak dengan Ojak saya bonceng. Sementara Aji membonceng Mardi.
Jalanan tanjakan dan turunan yang curam kami lewati. Dengan hati2 (bukan paru2) dan waspada, akhirnya kami tiba di tujuan kami. Meski saya dan Ojak sempat kehilangan Aji dan Mardi, yang ternyata mereka sudah berada di puncak dan tidak masuk ke dalam wisata Puncak Lawang.
📸 : Aji
Kami tiba di Puncak Lawang dengan perasaan puas dan bangga. Langsung saja kami membeli minuman hangat untuk diminum, karena memang cuaca sedang dingin banget. Bahkan danau dibawahnya tidak terlihat lagi, karena tertutup embun entah awan.
Ojak yang tidak memakai jaket karena jaketnya masih basah, akhirnya memakai jaket dan switer saya.
Nasi dan lauk yang dibawakan bibi dan neneknya Mardi kami makan di Puncak Lawang 25, di tengah cuaca hujan dan menyeduh kopi hangat.
Cuaca benar2 dingin dan berkabut. Kamu memutuskan untuk semakin memelankan laju motor, meski kami dikejar waktu sebenarnya. Namun sebelum meninggalkan Puncak Lawang dan pergi ke Rute Terakhir, seperti biasa kami foto2 untuk dijadikan kenang2an. Tahun depan atau lain waktu, belum tentu kami bisa menikmati perjalanan bersama lagi.
Ridho - Aji - Mardi - Ojak
( Danaunya mulai kelihatan setelah hujan reda. Masih dengan gestur tangan 'muncung' kami. )
Ridho - Aji - Mardi - Ojak
( Ketika makan, menikmati nasi dan lauk yang dibawakan bibi dan neneknya Mardi. Disini saya sudah menukar jaket saya, ke jaket Jelek-Jelek Penulis. Selain karena cuaca dingin, saya juga kedinginan dan ingin foto dengan jaket kebanggaan saya ini. Ojak juga sudah memakai switer dan jaket saya. )
Note : Disini saya tidak memakai kaos dalam, tapi saya memakai switer Nike yang saya pakai ketika di Pantai Air Manis. Meski tebal, tapi tetap dingin juga. Benar2 dingin.
Ada pun foto2 lain kami yang saya jadikan sampul untuk cerita perjalanan kami ini :
Aji - Ojak - Mardi - Ridho
📸 : Tumpukan Batu
Aji - Ojak - Mardi - Ridho
📸 : Tumpukan Batu
Ojak - Ridho - Aji
Mardi
Aji - Ridho - Mardi - Ojak
Di perjalanan kami ini, saya berpikir, "Sepertinya perjalanan kami tidak akan bisa terjadi lagi di masa yang akan datang.". Karena setiap manusia memiliki jalan hidupnya masing2.
Bahkan saya sudah sulit untuk berjumpa dengan dua sahabat saya dan kembali seperti dulu, karena memang kami sudah disibukkan dengan urusan dan memiliki kehidupan masing-masing.
Saya ngobrol dengan Ojak tentang rencana kami di masa yang akan datang, "Ke Sumatera Utara, pak.". Saya langsung terdiam, karena memang ke Sumatera Utara jauh lebih menyenangkan, namun lebih lebih lagi capeknya. Bisa2 pantat kami tepos sampai Medan.
"Naik mobil, pak." kata saya, dan Ojak, "Gas!!".
* Lanjut Bukittinggi!!!!
Sempat ada tanda jalan yang menunjukkan kalau ke Medan belok ke kiri. Lalu saya dan Ojak menyalakan sen ke kiri dan Aji yang menyetir motor di belakang kami langsung terperanjat. "Gas!!!"
Sementara Mardi, "Mati aku nanti woy!".
---- Gas ke part #7, guys.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar